Pagi itu jam becker mulai
berbunyi seperti suara ayam yang berkokok karena sang fajar telah tiba, dan
suara itu ternyata masih belum mempan untuk membangunkan Ratih yang enak
terlentang diatas kasurnya itu dengan mata masih terpejam. Sudah 2 kali dengan
diantara jeda bunyi, jam itu masih saja dimatikan terus menerus seolah dia
tidak ingin diganggu dan dibangunkan.
Maklum putri tunggal dari
pengusaha ternama itu terlalu mengandalkan pembantunya untuk dibangunkannya,
pada hal waktu sudah menunjukkan pukul 05.55 dan seharusnya kurang 5 menit lagi
Ratih sudah harus ada di sekolah. Tapi dia malah masih ada di kamarnya enak-enakan
tidur.
Sering kali dia merasakan
telatnya sekolah dan jarang sekali Ratih untuk dating lebih awal, karena dia
sering bangun kesiangan, hingga teman-temannya menjuluki Ratih sebagai ‘’Ratu
Molor’’, tapi dia tetap saja enggan merasa malu meskipun temannya
mengolok-ngolok ucapan tersebut.
Jadwal pagi membangunkan Ratih
untuk yang kesekian kalinya akan terlaksanakan oleh pembantunya, ‘’Non, bangun
Non, sudah pagi waktunya berangkat ke sekolah ini sudah jam 06.55.’’ ‘’Hmm…
Bik,… terlalu cepat untuk pagi… ini kan
masih malam…’’ Omongnya mulai ngelantur sambil menggeliat-nggeliat diatas
ranjangnya. ‘’Gak, Non ini benar-benar sudah pagi lagian, lihat dech… buku-buku
Non Ratih tercecer dimana-mana nanti pekerjaan rumahnya ada yang ketinggalan
lho…’’ kata bibi itu sambil memungut buku pelajaran Ratih yang ada di lantai.
Sekejap bibi memperingati tentang pekerjaan rumah, lalu Ratih yang semula
santai diatas ranjangnya dia kaget langsung duduk dan melototkan diri. ‘’Aduh…
bibi, aku lupa…PR Matematika aku kan
belum mengerjakan!!.’’ Lalu dia membelokkan kepalanya ke arah jam beckernya,
dan Ratih spontan terkejut dengan melihat jamnya itu tanpa mengedipkan mata dan
berteriak, tidak!!!...’’ Lalu ratih cepat-cepat ke kamar mandi, hanya waktu 2
menit dia melakukan aktivitas mandi, ganti baju, sarapan, dan beres-beres
bukunya. Pembantu rumah tangga itu hanya bias mulut menganga dengan kejadian itu,
hanya sisa 3 menit ia melanjutkan untuk berangkat ke sekolah dengan menaiki
sepeda gayuhnya yang akan menjangkau jarak 1,5 km dari rumah sampai ke
sekolahannya.
Dan ternyata dia sampai sana
sudah terlambat 2 menit, tapi di sisi lain keberuntungan masih berpihak dengan
dia, karena satpam sekolahnya sudah 2 menit tidak menutu gerbang karena sedang
membetulkan atap pos yang lagi bocor, dengan tingkah gesitnya, Ratih memasuki
gerbang sekolah secara diam-diam lalu, memparkirkan sepeda gayuhnya yang telah disiapkan
oleh siswa. Dan dia lari dengan terburu-buru meewati lorong hingga dia bertemu
dengan guru PKn, yaitu Bu.Siti. Segenap itu, guru pelatih budi pekerti itu
sangatlah terkejut dan melongo sejadi-jadinya.
Tiba di kelas IX, Ratih mengetuk
pintu kelasnya itu yang keadaannya sedang membahas PR matematika dan semua mata
berpindah pandangan menuju Ratih yang seorang diri sampai mengamati dengan
membolak-balik bola mata masing-masing dari arah bawah hingga sampai ke atas
sambil melongo dan terbahak-bahak sepuasnya. Hingga di tegurnya oleh pak guru
matematika itu, ‘’Ratih!!! Apa-apaan kamu?? Dandanan kamu kok aneh gitu?? Sudah
terlambat, masih cari atraksi saja, makin hari kamu tambah aneh sekali…!’’
Tegur P.Eko yang sambil menahan tawanya terhadap tingkah laku Ratih yang sangat
menggelitikkan perut itu. ‘’Apa ada yang salah dengan penampilan saya,
Pak??...’’ Tanya balik Ratih dengan wajah yang heran. ‘’Salah banget Ratih…
lihat saja dandanan kamu itu seperti topeng monyet…’’ Ejek temannya. Tapi
kenapa tidak?? Pernyataan itu memang benar dandanannya tidak karuan sekali, di
janggut penuhsekali dengan sisa-sisa pasta gigi, di kening sebelah kiri kanan
masih juga tersisakan busa sabun mandi, hingga penataan rambut yang
acak-acakan, menggunakan kaos kaki putih yang berbeda ukuran antara panjang
pendek, hingga sampai menggunakan sepatu yang berbeda warna, sungguh hari yang
aneh sekali bagi Ratih, karena dia mengalaminya dengan keadaan tidak sadar
setelah dia melihat tubuhnya sendiri, dengan melengkapi tidak beruntungnya hari
itu tiba-tiba, ‘’Apakah kamu sudah mengerjakan tugas matematikamu?’’ Ratih
hanya bias menggelengkan kepalanya dengan pelan dan menjawab, ‘’Kirain saya,
bapak membahas pada jam terakhir, makanya saya tenang untuk dikerjakan
diseko…oops…keceplosan dech…’’. Dan pengakuan Ratih membuat Pak Guru menjadi
naik pitam dengan tingkah lakunya. ‘’ooo… jadi selama ini kalau ada tugas
seenaknya kamu kerjakan di sekolah ya!!! Terus pada akhirnya, kamu menyalin
pekerjaan punya teman-teman kamu?! Dasar!! Anak pemalas kamu ya…!!!’’. Tegur
gurunya itu dengan heran pada tingkah laku Ratih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar